Air dan Sanitasi Kota Makassar : Tantangan Menuju Ketersediaan Berkeadilan

BARUGANEWS, MAKASSAR – Sebagai kota metropolitan terbesar di Sulawesi Selatan, Makassar menghadapi tantangan kompleks dalam penyediaan air bersih dan sanitasi. Data terbaru menunjukkan bahwa 27% masyarakat mengeluhkan air PDAM yang tidak mengalir, sementara 23% kesulitan mendapatkan air bersih. Masalah ini diperparah oleh pencemaran sungai akibat limbah domestik dan industri, serta perubahan iklim yang memicu kekeringan panjang.

Krisis air bersih di Makassar dipicu oleh beberapa faktor seperti Pencemaran sungai berupa Limbah industri tekstil, kimia, dan domestik mengandung logam berat seperti timbal dan merkuri, membuat air sungai tidak layak konsumsi2. Infrastruktur yang terbatas dimana hanya 69% wilayah Makassar yang terjangkau layanan PDAM, dengan target peningkatan menjadi 85% pada 20243.

Perubahan iklim dimana musim kemarau yang ekstrem mengurangi pasokan air di Bendungan Lekopancing, sumber air baku utama PDAM. Dampaknya, masyarakat di kawasan kumuh seperti Tallo dan Bontoala terpaksa membeli air dengan harga tinggi atau menggunakan sumber air tercemar.

Pemkot Makassar berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini seperti Program RISE bersama Monash University, dimana fokus pada perbaikan sanitasi dan drainase di permukiman kumuh seperti Untia dan Barombong. Teknologi pengolahan limbah toilet ramah lingkungan telah diterapkan untuk mengurangi pencemaran. Proyek PDAM dengan pemasangan pipa sepanjang 4 km di wilayah utara untuk meningkatkan distribusi air bersih, pembangunan instalasi pengolahan air di Tamalanrea dan bendung karet di Sungai Tallo senilai Rp500 miliar untuk sumber air alternatif, dan kolaborasi dengan USAID melalui Program IUWASH Tangguh untuk  mendukung peningkatan kapasitas PDAM dan penyediaan air minum aman di titik strategis seperti Anjungan Losari.

Meski upaya dilakukan, 86% responden penelitian Walhi Sulsel menilai pemerintah kurang responsif terhadap keluhan masyarakat. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Losari oleh Kementerian PUPR, yang mampu mengubah limbah rumah tangga menjadi air layak minum, menjadi harapan baru. Namun, efektivitasnya masih perlu dibuktikan dengan transparansi dan partisipasi publik. Keterlibatan masyarakat, penguatan regulasi (seperti Perwali pengelolaan sanitasi), dan teknologi seperti Reverse Osmosis (RO) untuk mengolah air tercemar2 menjadi kunci. Diperlukan juga edukasi tentang konservasi air dan penegakan hukum terhadap industri pencemar. (*)

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here